×

Can Macanan Kaduk

By
Advertisement
kadhuk.JPG

Can-Macanan Kadhuk itu artinya adalah Macan yang terbuat dari karung goni, karena pada awalnya dulu, macan-macanan ini memang dibuat dari karung goni. Kesenian ini berasal dari kabupaten Jember. Can-macanan kaduk merupakan kesenian yang diduga berasal dari tradisi pekerja kebun ketika mereka harus menjaga kebun dari serangan hewan liar ataupun pencuri. Kesenian ini kalau dilihat dari estetika pertunjukannya bisa dikatakan memadukan konsep kesenian Barongsai Tionghoa dan Barongan Osing serta instrumen musik Jawa. Meskipun berbeda latar historis penciptaan, Singo Ulung bisa dikatakan hampir mirip dengan Can-Macanan Kaduk, meskipun saat ini tampilan kostum dan gerakan-gerakan tarinya lebih terlihat bagus karena sudah mendapatkan sentuhan dari koreografer profesional. Sedangkan menurut Harry Krisna, Can-Macanan Kaduk merupakan variasi/tambahan dari pencak silat yang lebih menonjolkan sisi hiburannya. Dalam perkembangannya musik yang digunakan lebih rancak mengikuti selera penonton. 
Can macanan kadhuk pertama kali digunakan petani di zaman penjajahan Jepang untuk mengusir hewan seperti kera, babi hutan yang sering merusak tanaman palawija. Seiring perkembangannya, kesenian can macanan kadhuk, akhirnya disempurnakan dengan menambah kesenian lain. Seperti jaranan, pencak silat dan tarian buk sukera dari Madura.
Kesenian ini tidak hanya menonjolkan hiburan semata. Namun di sisi lain ada pesan sosial yang terkandung di dalamnya. Misalnya di zaman sekarang, cerita can macanan kadhuk
menggambarkan seekor harimau yang turun ke pemukiman penduduk, karena hutan yang ditinggalinya gundul sehingga harus memangsa anak-anak. Pementasan can macanan kadhuk biasanya untuk memeriahkan acara hajatan atau perayaan hari-hari besar
Proses pementasan kesenian Can-Macanan Kaduk ini biasanya dimulai dengan burung Garuda, Can-Macanan, atraksi anak-anak, pertunjukan bela diri tangan kosong lalu penampilan atraksi berpasangan yang diakhiri dengan pertunjukan marlena. Namun, urutan-urutan ini bisa saja berubah tergantung permintaan yang "nanggap" kata pak Sumar. Jumlah personil sekali pementasan biasanya empatpuluh lima sampai dengan limapuluh orang tergantung permintaan.
Belakangan ini, masyarakat Jember yang berada di daerah kota umumnya tidak terlalu antusias menyambut pementasan Can-Macanan Kadhuk ini. Umumnya mereka lebih menyukai kesenian modern setiap kali melaksanakan hajatan, misalnya karaoke, dan dangdut. Hal ini berbeda dengan masyarakat desa yang sangat antusias menyambut setiap pementasan. Oleh sebab itu, pementasan lebih sering dilakukan di luar kota.
Keberadaan organisasi grup ini bersifat informal, karena dimiliki secara personal. sang pendiri grup adalah sekaligus pemilik dan pemimpin kelompok kesenian tersebut. Tidak ada struktur organisasi yang jelas. Manajemen organisasi juga personal, hampir semua urusan diurusi oleh pemilik tersebut. Sementara itu Pemerintah Daerah tidak pernah memberikan perhatian serius terhadap grup kesenian ini. Meskipun, beberapa kali Pembina grup ini mengajukan proposal kepa Pemerintah untuk mengadakan festival Can-Macanan Kadhuk se-Kabupaten Jember, mirip dengan grebek Suro di Kabupaten Ponorogo. Akankah Kesenian ini bisa bertahan ditengah modernisasi yang sekarang ini sedang digalakkan?